Kebakaran Hutan dan Kaitannya dengan Pandemi

Sekitar 1,6 miliar manusia menggantungkan hidupnya dari hutan. Dengan kata lain tentunya tingkat  risiko bertemunya kehidupan liar pun menjadi lebih tinggi. Disusul pula dengan adanya pengrusakan, pembalakan liar yang terus menerus akibat ulah manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab yang dengan sengaja pula melakukan pembakaran hutan dan lahan, konversi lahan dengan tidak memperhatikan lingkungan terutama hutan yang berdampak pada perubahan lingkungan, hancurnya habitat penghuni hutan dan ekosistem didalamnya yang dapat memicu munculnya penyakit dan transmisinya.

Zoom meeting kali ini bersama Auriga Nusantara X Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI) X Blogger Perempuan X Eco Blogger Squad mengangkat tema Cegah Karhutla, Cegah Pandemi. Dari temanya saja sudah sangat membuat kita penasaran yah bagaimana keterkaitan antara karhutla dan pandemi. Kalau beberapa waktu yang lalu, bertepatan dengan hari bumi saya menulis Selamat hari Bumi : Kita Jaga Hutan, Hutan Jaga Kita

Auriga Nusantara itu sendiri merupakan sebuah organisasi non pemerintah yang bergerak dalam upaya melestarikan sumber daya dan lingkungan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Dengan terus melakukan penelitian investigasi, mendorong perubahan kebijakan untuk tata kelola sumber daya alam dan lingkungan yang lebih  baik serta melakukan advokasi melalui mekanisme hukum. 

Yayasan alam sehat lestari merupakan organisasi non provit yang menggambungkan program kesehatan dan lingkungan sebagai konsep utama dalam pelayanan kepada masyarakat dalam upaya perlindungan taman nasional. Tahun 2007 Yayasan Asri membuka Klinik Asri untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Maka masyarakat tidak perlu memilih lagi antara kesehatan atau hutan. Klinik Asri ini merupakan satu-satunya klinik di Indonesia yang menggunakan pembayaran dengan menggunakan bibit pohon. 

Blogger Perempuan Network merupakan platform digital dimana seluruh perempuan di Indonesia bisa saling belajar menceritakan dan menginspirasi satu sama yang lain melalui konten dan Eco Blogger Squad merupakan komunitas yang beranggotakan para blogger yang memiliki kepedulian terhadap isu lingkungan hidup terutama perubahan iklim dan perlindungan hutan. 

Pemateri kali ini diisi oleh Dedi Sukmara selaku direktur informasi dan data Auriga serta dr Alvi Muldani selaku direktur Klinik Alam Sehat Lestari. Penasaran apa saja yang dibahas pada kesempatan tersebut dan apa saja yang bisa kita ambil, yuk kita sama-sama simak. Semakin banyak membaca semakin  banyak tau kan. Kuy...  

Bencana tahunan kebakaran hutan dan lahan selama dua dekade terakhir, tepatnya dua tahun yang lalu merupakan kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang paling mengkhawatirkan. Berdasarkan data pemerintah yang terkumpul, hutan dan lahan dengan luas 1,6 juta hektar hangus terbakar dilalap api. Dimana ini merupakan kasus karhutla yang terparah sejak bencana asap di tahun 2015 lalu. Pemerintah kita menjadi sorotan karena kasus kebakaran yang tidak berkesudahan. Berakibat pula terhadap hubungan diplomatik dengan negara tetangga yang mau tidak mau juga harus merasakan imbasnya. Inilah yang menyebabkan Indonesia menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. Sangat disayangkan yah. 

Tudingan bahwa kemarau panjang (El Nino) lah yang menjadi pemicu kebakaran. Padahal ada atau tidaknya kemarau panjang kebakaran juga sering terjadi. Yah, bisa kita jawab sendiri apa yang sebenarnya menjadi dalang utamanya. Yap, siapa lagi kalau bukan ulah dari manusia itu sendiri baik karena kesengajaan ataupun akibat dari kelalaian. 



Meskipun jumlah kebakaran pada tahun 2019 lebih kecil daripada tahun 2015 selama enam tahun terakhir, ternyata emisi yang dihasilkan dari kebakaran dengan luas yang lebih kecil ternyata sama besar emisi yang dihasilkan pada periode puncak kebakaran. Padahal lebih kecil satu juta dibandingkan kebakaran pada tahun 2015 lalu. Indonesia pun termasuk menjadi negara keenam didunia yang diproyeksikan untuk emisi CO2 secara keseluruhan. 

Kebakaran menghebohkan yang terjadi di Amazon dan Australia yang tergolong kebakaran hebat, masih besar dampak emisi yang dihasilkan akibat kebakaran yang terjadi di Indonesia. Salah satu faktornya juga karena di Indonesia tidak hanya terjadi kebakaran pada lahan mineral. Sedangkan di negara-negara seperti Australia lahannya adalah lahan kering. Indonesia memiliki lahan gambut yang tentunya jika terjadi kebakaran akan menghasilkan karbon yang berbeda pula. Inilah resiko yang mau tidak mau kita pikul bersama-sama.

Dapat diperhatikan, juga secara keseluruhan yang menjadi lumbung api yaitu provinsi yang memiliki karakteristik lahan industri dan memiliki banyak industri ekstraktif yang berbasis lahan dimana wilayah tersebut memiliki lahan yang kaya gambut namun ada pula daerah yang ternyata kebakarannya pun terjadi berulang dilahan non gambut. Ketika kebakaran hebat yang terjadi pada tahun 2015 dan 2019, provinsi-provinsi kaya gambut ini menyumbang bencana kabut asap yang tinggi. Seperti contoh kebakaran yang terjadi di Papua yang tidak hanya disebabkan pembakaran untuk pembukaan lokasi industri tetapi juga karena faktor lainnya. 

Ketika kawasan gambut terbakar, apalagi sudah dirusak, dikeringkan dan kehilangan fungsinya maka akan sangat berpotensi menjadi tempat kebaran yang berulang. Kita ketahui semua bahwa dampak dari kebakaran lahan gambut adalah efek dari asapnya yang susah untuk dipadamkan dan tentunya dampaknya akan sangat besar. Jika sampai terjadi kebakaran yang berulang, tentunya menandakan tidak adanya efek jera dan belajar dari kesalahan yang lalu. Kebakaran yang terjadi ditempat baru pun semakin berganti tahun pun tetap terus terjadi. Lahan kebaran semakin meluas dan dampak yang terjadi pun tiap tahun tetap ada bahkan ada yang sampai berulang. Inilah yang tetunya perlu untuk kita sama-sama perhatikan lagi. 

Sebagian besar titik panas sepanjang 20 tahun terakhir berada di lahan gambut. Terutama di Kalimantan Tengah, Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Papua. Yang kemudian menjadi penyebab kebaran dan sulit untuk dipadamkan karena api menjalar ke perut gambut dan tentunya memicu terjadinya bencana asap. Kita perlu berhati-hati pada daerah dan bulan-bulan yang sering terjadinya kebakaran yang terus berulang. Untuk Riau kita perlu mengantisipasi pada hampir semua bulan seperti bulan Januari, Februari, Maret, Mei, Juni, Juli, Agustus dan September. Disusul pula musim kebakaran yang berpindah ke Kalimantan Barat yang bahkan belum memasuki bulan-bulan sering terjadinya kebakaran sudah mulai adanya peristiwa kebakaran. 

Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, cenderung memiliki pola bulan-bulan sering terjadinya kebaran pada waktu yang sama seperti bulan Juli, Agustus, September, Oktober. Turun terjadinya kebakarakan pada daerah-daerah di atas, kemudian disusul kembali oleh terjadinya kembali kebakaran pada Sumatera Selatan. Biasanya polanya terjadi sekitar bulan Juli, Agustus, September, Oktober. Pola yang terakhir disusul pada daerah Papua yang biasanya terjadi kebakaran pada bulan-bulan September, Oktober, November. Pola-pola ini terus terulang makanya terkadang kita harus mempersiapkan diri dengan terjadinya kebakaran pada daerah dan waktu-waktu tersebut. 

Ini menandakan tidak adanya efek jera yang terjadi di masyarakat yang bisa kita lihat sendiri dengan adanya kebakaran yang terus berulang pada tempat dan waktu yang terlihat jelas dari pola-polanya yang terjadi selama 20 tahun terakhir. 

Terlepas dari itu semua, penyebab dari sering terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) jika kita lihat dari faktor alami bisa disebabkan oleh adanya petir, aktivitas vulkanis dan ground fire. Serta yang tidak pernah bisa kita lupakan juga faktor yang paling sering terjadi adalah karena ulah manusia itu sendiri yang biasanya karena adanya aktivitas pembukaan lahan yang dilakukan dengan cara dibakar, perburuan, penggembalaan, konflik lahan dan aktivitas-aktivitas lainnya. 

Selain penyebabnya, yang patut juga kita sorot adalah dampak yang terjadi akibat dari karhutla tersebut seperti biodiversitas yaitu hilangnya habitat, adanya penurunan populasi tumbuhan dan satwa liar, adanya gangguan kesehatan, pendidikan dan trasnportasi, pemanasan global dan perubahan iklim. Pada tahun 2019 kerugian yang diterima Indonesia akibat dari kebakaran mencapai US5,2 miliar dolar atau setara dengan Rp 72,95 triliun. 

Berdasarkan data di atas dapat kita simpulkan bagaimana kondisi hutan khsusnya di tanah Papua. Berbicara mengenai apa sih yang bisa kita lakukan, apa saja yang bisa kita dukung dan galakkan ke pemerintah, misalnya saja seperti memperluas moratorium hutan dan gambut, meningkatkan penegakkan hukum, restorasi hutan dan gambut terdegradasi, mendukung komunitas pemadam kebakaran dan kapabilitas pemantauan, membangun infrastruktur hidrologis dan mendorong kapasitas respon dini, serta memberi insentif ekonomi untuk tidak membakar. 

Dari berbagai dampak yang terjadi dari kebakaran hutan tentunya kitalah sebagai makhluk hidup yang hidupnya bergantung dari hutan yang akan menanggungnya. Apalagi ada keterkaitan antara deforestasi dengan kesehatan yang menyebabkan adanya penyakit zoonosis. Seperti Covid-19 yang sampai saat ini masih sangat memberikan dampak yang besar bagi kita semua baik dari segi ekonomi, pendidikan, kesehatan itu sendiri dan lain sebagainya. 

Zoonosis 

Zoonosis itu sendiri merupakan peyakit atau infeksi yang secara alami bisa ditransmisikan dari ventebrate ke manusia. Perlu kita ketahui bahwa terdapat lebih dari 200 jenis penyakit zoonosis yang sebagian persentasenya merupakan penyakit baru dan sebagian lagi merupakan penyakit yang sudah ada. Akan tetapi ada beberapa penyakit zoonosis seperti rabies yang bisa dicegah dengan cara vaksinasi.
Sejak 12.000 tahun yang lalu, manusia mulai hidup berdampingan dengan hewan peliharaan. Dengan adanya kedekatan antara manusia dan hewan tersebut yang diikuti juga perubahan lingkungan maka hal inilah yang menyebabkan adanya penyakit zoonosis. Sebagai contoh penyakit yang disebarkan akibat pandemic yang mengalami revolusi dari hewan ke manusia adalah seperti measles, smallpox, TB, gastrric cancer dan lain sebagainya. 


Pandemi itu sendiri dapat dipicu karena adanya organisme spesifik dan telah berada bersamaan dalam beberapa ribu tahun lamanya akan tetapi tidak menimbulkan adanya penyakit. Kemudian adanya kontak antara manusia dengan hewan liar yang disebabkan oleh domestikasi, habitat hewan liar yang terganggu, serta adanya ulah manusia yang tidak bertanggung jawab dengan memperdagangkan hewan liar tersebut. Kemudian dipicu pula dengan adanya perjalanan udara, urbanisasi dan perubahan iklim yang bisa mempercepat terjadinya perpindahan virus yang mungkin saja dibawa oleh hewan liar tersebut yang bisa dengan mudah berpindah ke manusia. 

Hampir dari penyakit inveksi baru merupakan zoonosis. Yang awalnya ditularkan hanya dari manusia ke manusia itu sendiri, kemudian menjadi wabah yang terus berulang-ulang lalu berpotensi menjadi pandemi yang menjangkit ke semua orang. Contohnya seperti HIV yang penularannya dari manusia ke manusia, kemudian meningkat seperti penyakit ebola, salmonellosis, dan saat ini yang sedang kita hadapi sama-sama adalah Covid-19. 

Deforestasi diasosiasikan dengan munculnya panthogen pada kelelawar diseluruh dunia akibat dari fragmentasi, habitat yang mengisolasi populasi, perubahan tingkah laku, menurunnya biodiversitas, serta menurunnya fungsi ekosistem (Willig et al. 2019). Untuk Pantogen yang dimaksud disini adalah henipavirus di Africa (Pernet et al. 2014), virus Hendra di Australia (Wild 2009) dan virus Nipah di Malaysia (Field 2009). 

Virus Nipah 
Virus nipah merupakan kerabat dari virus campak yang berasal dari kelelawar buah di Asia Tenggara. Dengan kasus virus ini angka kematian mencapai 75% kasus yang menyebabkan wabah berulang di asia dengan awal kemunculan pada tahun 1998. Gejalanya adalah nyeri kepala, kaku kuduk, muntah, pusing, hingga koma. Wabah yan terjadi di Malaysia merupakan infeksi manusia yang disebabkan oleh kontak langsung dengan babi atau jaringan yang sudah terkontaminasi. Sedangkan di Bangladesh wabah timbul karena mengkonsmsi buah yang terkontaminasi liur dan kencing kelelawar.  

Yellow Fever 
Virus yang satu ini vektornya adalah melalui nyamuk. Mewabah di Panama Canal (1900), kota-kota di tepi atralntik Philadelphia Rio de Jeneiro, Afrika Barat. Pada tahun 1990-an pertama kali di the Kerio Valley, Kenya. Pada tahun 2016 dan 2018 di Amerika Selatan dengan 2000 kasus ratusan meninggal. Dari penelitian menyebutkan bahwa virus ini disebabkan oleh habitat yang menyempit. 

Malaria 
Malarian Falciparum banyak juga menelan korban di Afrika. Di hutan tropis atlantik Brazil penemuan P falciparu tinggi meskipun tanpa adanya manusia. Ditemukan dibeberapa tempat monyet yang terinfeksi  malaria. Diperkirakan pula deforestasi menjadi faktor infeksi dari manusia ke monyet. 

Pandemi Covid-19 ini dipercaya dipicu oleh transmisi virus dari hewan ke manusia yang kemudian menjadi pemicu fokus terhadap penyakit-penyakit zoonosis yang disebabkan oleh hewan. Dimana hewan tersebut pun terpaksa meninggalkan habitat aslinya dikarenakan adanya kerusakan hutan akibat dari ulah manusia itu sendiri. Meskipun sebenarnya asal covid-19 masih belum ditemukan akan tetapi virus serupa sudah ada. Sunda Pangolin (critically endangered) bersinggungan dengan kelelawar yang tinggal di Hollow Tree. Difragmen hutan urban Malaysia ditemukan sunda pangolin walaupun diversitas rendah. Hal ini membuktikan bahwa hewan ini bisa bertahan di fragmen hutan yang kemudian bersinggungan dengan manusia dan hewan lain yang bisa menyebabkan potensi zoonosis. Di Malaysia dan Vietnam, Pangolin diburu untuk diimport secara ilegal yang kemudian dimanfaatkan daging, kulit dan sisiknya.  
 
Pencegahan 
Seperti yang sudah dijelaskan bahwa salah satu yang mempengaruhi zoonosis adalah karena adanya interaksi langsung antara manusia dengan hewan, maka dari itu kita perlu melakukan pedoman yang baik dan benar sesuai dengan strandar dalam hal pengolahan makanan dan perawatan ternak, rutin dan memperhatikan kebersihan diri sendiri mulai dari yang terkecil yaitu dengan rutin mencuci tangan dengan baik dan benar sehingga pencegahan penularan semakin kecil, dan yang tidak kalah penting dan perlu diperhatikan oleh kita semua adalah menjaga hutan dan lingkungan. 

Masih banyak yang belum diketahui mengenai bagaimana virus bisa berpidah dari hewan ke manusia begitupun sebaliknya. Fragmentasi hutan dan lanscape serupa seperti lahan pertanian dan padang rumput (pastures) telah menjadi faktor utama dalam zoonosis. Ketika deforestasi beberapa spesies menurun, namun beberapa spesies bisa beradaptasi. Spesies yang beradaptasi meningkatkan resiko zoonosis. Dapat disimpulkan bahwa manusia perlu menyeimbangkan produksi makanan, komoditi hutan dan barang lainnya dengan tetap menjaga hutan. Dengan adanya konservasi hewan liar dapat membantu hewan liar tetap berada pada habitatnya dan tentunya tidak menyebarkan patogennya. 

Menjaga lingkungan berarti kita mampu mencegah berabagai wabah untuk tidak terjadi. Kemudian jika wabah mampu diminimalisir atau bahkan dicegah maka akan mempersempit pula kemungkinan terjadinya pandemi. Maka dari itu semua berawal dan bermula dari menjaga lingkungan dan itu semua pun berbalik dari kita sendiri dan untuk kita sendiri pula. 




 




 


Posting Komentar

60 Komentar

  1. antara setuju dan tidak sih ada kaitan antara kebakaran hutan dgn pandemi ini. Namun saya percaya karma. Apa yang kita lakukan kepada orang lain, bahkan alam sekitar pun akan berbalik ke kita sendiri. Tetap jaga hutan kita dan kesehatan kita. Tetap patuhi semua protokol kesehatan ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener banget juga itu kak. karma selalu ada. sama-sama kita jaga ya kak.

      Hapus
  2. polanya sudah teratur gitu ya, pastinya masyarakat di wilayah-wilayah itu jadi was-was jika sudah mendekati musim kemarau/panas gitu ya.
    gak bisa bayangkan deh betapa cemasnya mereka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo udah ada pola kayak gitu bisa jadi udah waspada mereka ya kak. kasian juga ya

      Hapus
  3. Bener banget kak, semua emang ada sebab akibatnya ya.. Seperti adanya pandemi ini juga dari kita sendiri yang kurang menjaga lingkungan

    BalasHapus
  4. Pas aku ikutan webinar ini, jadi sadar dan mikir gitu kak, jangan-jangan emang semua pandemi ini disebabkan manusia termasuk Covid-19. Nggak perlu nyalahin pihak mana sih, manusia kudu bertanggung jawab dan mulai peduli sama hutan serta alam lainnya. Semoga di masa depan, nggak ada virus lethal yang baru.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ternyata balik balik ke kita lagi juga ya kak. kadang kitanya aja yang lalai dan bahkan terkadang acuh juga

      Hapus
  5. Masih ingat dulu saat sekolah bahas lahan gambut yang mudah terbakar. Sekarang Tering nemu berita ini kan. Sedih banget karena jadi memicu banyak asap. Mana sulit padam kan. Terus penyakit-penyakit jadi mudah muncul. Yuk lah sama-sama jaga lingkungan

    BalasHapus
    Balasan
    1. kasian mereka-mereka ya kak. siapa yang berbuat siapa yang kena juga . iya kalau gambut emang susah padamnya ya kak

      Hapus
  6. asyiknya bisa ikutan zoom meeting bareng Auriga Nusantara X Yayasan Alam Sehat Lestari. Temanya juga jarang dibahas ya, tentang karhutla. Pasti dapat banyak wawasan baru nih soal lingkungan hidup. Joss banget!!

    Dari acara tersebut, kita jadi terbuka wawasannya ya, ternyata karhutla disebabkan karena manusia-manusia serakah.

    Serem juga efeknya bagi manusia, bisa menyebabkan penyakit zoonosis. Terima kasih atas pencerahannya. Super duper keren pisan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. seru banget kak. temen2 nya juga dari berbagai macam daerah juga jadi makin banyak ilmu, pengetahuan dan tyeman juga. semua juga pada aktif

      Hapus
  7. Wah ternyata ada relasinya ya antara karhutla dan pandemi. Masuk akal juga sih. Memang PR besarnya adalah bagaimana mengubah gaya hidup, biar bisa lebih cinta pada lingkungan. Sayangnya masih banyak yang nggak mau peduli. Dan tanpa kita sadari, kita pula yang membuka pintu masuk pada penyakit dan pandemi sebesar-besarnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak. padahal nggak rugi kita sayang sama lingkungan sekitar. diperhatiin dengan baik-baik. kita aja butuh perhatian kan hiihih

      Hapus
  8. Kenapa kebakaran hutan terus menerus terjadi, menurutku karena pemerintah sendiri pun kurang tanggap dan tegas dalam menanganinya. Terlebih banyak pula penyebab dr kebakaran hutan itu dilakukan dengan sengaja oleh orang" berkuasa yg ingin menggunakan lahannya sebagai usaha mereka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak. nggak ada jera jera nya ya. nggak kasian apa sama masyarakat yang lagi-lagi banyak dirugikan

      Hapus
  9. Udah diingetinn berkali2 yah padahal, tapi manusianya ngga nyadar2

    BalasHapus
  10. Saat aku tinggal di Kalimantan Selatan hal paling aku takutin itu soal karhutla nih. Apalagi sering. Dan pas aku ke hutan sana emang udah bnyk bgt yg gundul ya. Banyak pengusaha kaya yg meraup untung dari eksploitasi hutan nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. kasian banget ya kak temen2 kita yang harus jadi korban

      Hapus
  11. Wah tulisan yang lengkap sekali kak.. ternyata ada siklusnya ya.. Semoga pandemi ini cepat berakhir, amin..

    BalasHapus
  12. skripsi saya mengenai tentang kebakaran hutan dan lahan dan mengakibatkan kabut asap, terbukti dan faktanya banyak perusahaan yang tidak bertanggun jawab membakar lahan dan mengakibatkan polusi udara apalagi di pandemi ini

    BalasHapus
  13. miris memang mendengar berita tentang semakin maraknya kerusakan lingkungan, termasuk kebakaran hutan ini ya kak
    dan ternyata kerusakan lingkungan juga berpengaruh dengan timbulnya beragam penyakit

    BalasHapus
    Balasan
    1. kapan ya kak semuanya sadar kalau penting banget ngejaga alam sekitar

      Hapus
  14. Miris bangetya dengan kondii hutan di Indonesia. Ini karena tak adanya efek jera di masyarakat dengan adanya kebakaran yang terus berulang pada tempat dan waktu yang terlihat jelas. PAdahal pola kebakaran yang terjadi selama 20 tahun terakhir itu ya seperti itu juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kayaknya susah ya buat bikin mereka jera. selalu aja kejadian tiap tahun malah makin luas kebakarannya

      Hapus
  15. Betul banget, terkadang musibah yang terjadi emang nggak jauh akarnya juga dari manusia sendiri. Oleh karena itu, kita sebagai manusia emang sudah sepatutnya harus mencintai alam atau bumi kita. Apa yang kita tanam tentu hal itu jugakan yang bakal dituai.

    BalasHapus
    Balasan
    1. heran ya kak. kadang udah banyak yang tau tapi masih aja abai

      Hapus
  16. Jaga lahan dan hutan sama dengan menjaga kesehatan kita juga, bahkan bukan kita aja kan, hewan dan tumbuhan pun juga terjaga. Yuk cerdas dengan ingat menjaga kelestarian alam

    BalasHapus
    Balasan
    1. padahal nggak rugi ya kak kalo kita sama2 sadar buat ngejaga hutan

      Hapus
  17. Setuju banget dg closing statementnya mbak.
    Jika kita menjaga alam, maka alam akan menjaga kita.

    BalasHapus
  18. aku juga bersyukur banget nih kak ikut acara kemarin sama teman2 eco blogger squad. soalnya, aku jadi lebih paham tentang zoonosis. sebelumnya ya kayak baca2 artikel aja gitu

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak. bangga banget bisa menjadi salah satu bagian eco blogger

      Hapus
  19. Ternyata lahan gambut yang sudah dihilangkan fungsinya malah bisa membahayakan ya. Bisa terbakar terus menerus. Ingat banget berita tentang langit di daerah mana gitu yang jadi merah dan kuning karena kebakaran hutan gambut di sekitar sana. Seram bayanginnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak. sesuatu yang udah rusak emang susah buat dibalikin seperti semua makanya lebih baik kita sama2 jaga sih

      Hapus
  20. semoga ga ketemu karhutla lagi, karena cape banget asli.
    dimana-mana jadi kotor dan hari-hari sesak banget

    BalasHapus
  21. Saya pernah merasakan sendiri secara langsung efek kebakaran hutan
    Rasanya tuh bingung mau cari Udara segar
    Ah, itu baru aku yang di kota.
    Entah bagaimana kondisi mereka yang benar-benar dekat dengan spot kebakaran

    BalasHapus
    Balasan
    1. nggak kebayang gima sesaknya kak. liat beritanya aja udah miris apalagi kalau sampai ngerasain sendiri . stop

      Hapus
  22. Barokallah ya kak bisa langsung ikutan zoominarnya dan menerapkan langsung mencintai alam, dan ngeshare apa yang dibagikan jadi tersampaikan oleh banyak pihak. terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak. bersyukur banget . jadi makin sadar penbtingnya jaga alam sekitar apalagi hutan

      Hapus
  23. Menarik sekali mba informasi tentang kerusakan hutan yang mengakibatkan karhutla, lalu menjadi perubahan iklim. Selain itu hubungannya wabah dengan lingkungan. Ya, memang tidak dipungkiri ya, mba. Sekarang kan hutan yang gundul membuat habitat mereka terganggu, sehingga wajar jika akhirnya wabah mematikan bermunculan. Semoga hutan kembalu hijau dan bumi selalu lestari.

    BalasHapus
    Balasan
    1. berkolerasi ya. saling berkaitan dan ujung-ujungnya malahan kita juga yang dirugikan

      Hapus
  24. Keren banget klinik Asri ini pembayarannya pakai pohon. Jika semakin banyak klinik melakukan hal yang sama, maka akan semakin banyak pohon baru yang tumbuh

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak. pertama kali saya juga dengar bayar pakai pohon. zoomnya jadi makin banyak ilmu yang bermanfaat

      Hapus
  25. 1,6 miliar manusia menggantungkan hidup ke hutan, tapi hutannya dirusak, dibakar, sedih banget deh. Jadi tahun 2019 itu kebakarannya mencapai 1,6 juta hektar ya kak, ngeri banget deh. Mana dari kebakaran hutan ini muncul penyakit zoonosis pula :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. miris banget ya kak . padahal kita bergantung banget sama yang namanya hutan dan alam sekitar eh malah kita rusak seenaknya

      Hapus
  26. Hmmm, saya setuju. Manusia punya andil dalam banyak hal yang terjadi di kehidupan. Kebiasaan merusak alam, tak menjaga kebersihan, penebangan hutan, emisi gas, memicu berbagai fenomena alam pula, termasuk pandemi ini memang bisa saja terjadi akibat keseimbangan alam terganggu. Yuk ah kita jaga bumi sama-sama

    BalasHapus
    Balasan
    1. balik balik kemanusianya ya kak. yuk . semoga semakin kesini makin banyak yang sadar ya kak

      Hapus
  27. Nggak nyangka ya ternyata kebakaran hutan dan pandemi ini emang punya hubungan.. huhu. Seandainya ya manusia lebuh mau menyayangi lingkungan dan menjaga hutan.. huhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. andai ya kak. semoga sih dengan kejadian yang sekarang semakin banyak yang sadar

      Hapus
  28. aku baru dengar istilah zoonosis
    ternyata mengerikan juga ya efeknya
    aku berharap, gak ada lagi orang2 yang mbakar2 hutan, apalagi untuk memperkaya diri sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin aami kak. kasian juga teman2 kita yang jadi korban karena menghirup udara yang nggak sehat begitu

      Hapus
  29. kita belajar tentang ekosistem alam sejak SD

    tapi melupakannya sesudah dewasa

    termasuk karhutla yang bikin bumi rusak, penyakit meraja lela

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak. kasian sama masyarakat yang kena dampaknya

      Hapus
  30. kalo manusianya gak mau berubah, gak bakal ada perubahan. bencana di mana2, tapi gak banyak yg bisa ambil pelajaran. yg ngerti kebanyakan gak berani bersuara.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya banget itu kak. mulai dari diri sendiri dulu sih emang ya

      Hapus

Terimakasih atas kunjungan dan coret coret komentarnya ya ...